Materi Budidaya Tanaman Rempah dan
Obat
FITOFARMAKA
Pengertian Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta
produk jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ).
Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan
obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara
ilimiah.
Dasar pengembangan fitofarmaka
1.
Pedoman pengembangan Fitofarmaka
• Kep.
Menkes RI No.760/MENKES/SK/IX/1992 ttg Pedoman Fitofarmaka
• SK Menkes RI No. 0584/MENKES/SK/VI/1995 ttg Sentra
Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
• Kep. Menkes RI no.56/MENKES/SK/I/2000 ttg Pedoman
Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional
• Kep. Kepala Badan POM RI no : HK.00.05.4.1380 tgl 2 Maret
2005 ttg Pedoman CPOTB
2.
Dasar Pemikiran pengembangan Obat Tradisional
menjadi Fitofarmaka
Saat ini meskipun obat tradisional
cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri (self-medication),
profesi kesehatan atau dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun
menggunakannya. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau
menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan
obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia
merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan
dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat. Untuk itulah
dikembangkan Obat Tradisional menjadi fitofarmaka.
3.
Proses standarisasi fitofarmaka
1. Kriteria Fitofarmaka
a. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan
b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji
klinik
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan
baku yang digunakan dalam produk jadi
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
2. Tahap-tahap pengembangan dan pengujian
fitofarmaka (Dep. Kes RI)
1. Tahap seleksi
Proses pemilihan jenis bahan
alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas sebagai berikut:
· Jenis obat alami yang
diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakit utama
· Jenis obat alamai yang
memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasar pengalaman pemakaian empiris
sebelumnya
·Jenis OA yang diperkirakan
dapat sebagai alternative pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum ada
atau masih belum jelas pengobatannya.
2. Tahap biological screening, untuk menyaring :
·Ada atau tidaknya efek
farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke khasiat terapetik (pra klinik in
vivo)
·Ada/ tidaknya efek keracunan
akut (single dose), spectrum toksisitas jika ada, dan sistem organ yang mana
yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)
3. Tahap penelitian farmakodinamik
·Untuk melihat pengaruh calon
fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis organ tubuh
·Pra klinik, in vivo dan in
vitro,
·Tahap ini dipersyaratkan
mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk mengetahui mekanisme kerja yang lebih
rinci dari calon fitofarmaka.
4. Tahap pengujian toksisitas lanjut
(multiple doses)
· Toksisitas Subkronis
· Toksisitas akut
· Toksisitas khas/ khusus
5. Tahap pengembangan sediaan
(formulasi)
· Mengetahui bentuk-bentuk
sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada
manusia.
Tata laksana teknologi farmasi
dalam rangka uji klinik
- Teknologi farmasi tahap awal
- Pembakuan (standarisasi):
simplisia, ekstrak , sediaan OA
- Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA
6. Tahap uji klinik pada manusia
Ada 4 fase yaitu:
Fase 1 : dilakukan pada
sukarelawan sehat
Fase 2 : dilakukan pada kelompok
pasien terbatas
Fase 3 : dilakukan pada pasien
dengan jumlah yang lebih besar dari fase 2
Fase 4: post marketing
survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat
uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.
Yang
terlibat dalam pengujian
• Komisi Ahli Uji Fitofarmaka : menyusun & mengusulkan
protokol uji fitofarmaka
• Sentra Uji Fitofarmaka : Instalasi pelayanan, spt
Rumah Sakit, Laboratorium Pengujian atau lembaga penelitian kesehatan
• Pelaksana Uji Fitofarmaka : Tim multidisipliner yg tdd
dokter,apoteker dan tenaga ahli lainnya yg mempunyai fasilitas, bersedia serta
mampu melaksanakan uji fitofarmaka
3.
Keuntungan Strandarisasi Fitofarmaka :
•
Menghasilkan efek terapetik yang
konsisten, reproducible & derajat keamanannya tinggi (dosis terkontrol).
•
Semakin banyak obat tradisional
dengan efikasi klinis yang dapat diuji pra klinik maupun klinik.
•
Kebanyakan uji klinik telah
menggunakan ekstrak terstandar.
2.4 Jenis Uji Fitofarmaka
1. Uji toksisitas
Uji toksisitas
dibedakan menjadi tiga :
-
Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut adalah pengujian
yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat
ditoleransi hewan uji (menggunakan 2 spesies hewan uji).
pemberian obat dalam dosis tunggal dan diberikan melalui 2 rute pemberian
(misalnya oral dan intravena). hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi
(dikonversi) pada manusia. (LD50 adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan 50
ekor dari total 100 ekor hewan uji mati oleh pemerian dosis tersebut)
-
Uji Toksisitas Sub Akut
Uji toksisitas sub akut adalah
pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja dari obat tersebut,
pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji, menggunakan 3
dosis yang berbeda. toksisitas sub-akut sebagai adanya perubahan berat badan
serta perubahan lainnya dari hewan percobaan.
-
Uji Toksisitas Kronik
Uji toksisitas kronik pada tujuannya
sama dengan uji toksisitas sub akut, tapi pengujian ini dilakukan selama 6
bulan pada hewan rodent (pengerat) dan non-rodent (bukan hewan pengerat). uji
ini dilakukan apabila obat itu nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam
jangka waktu yang cukup panjang.
2. Uji farmakodinamik/efek farmakologik
Tahap
ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui secara lugas penqaruh farmakologik pada
berbagai system biologik. Bila diperlukan , penelitian dikerjakan pada hewan
coba yang sesuai, baik secara invitro atau invivo.
Bila
calon fitofarmaka sudah menjalani uji penapisan biologic (tahap 2) dan
dipandang belum bias atau belum mungkin untuk dikerjakan pengujian
farmakodinamik , maka hal ini seyogyanya tidak merupakan penghambat untuk lebih
lanjut. Tahap pengujian farmakodinamik akan lebih banyak tergantung pada sarana
dan prasarana yang ada, baik perangkat lunak maupun perangkat keras.
3. Uji klinik
Uji
klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau
memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik
untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau pengobatan segala penyakit.
Tujuan
pokok uji klinik fitofarmaka adalah:
-
Memastikan keamanan dan manfaat klinik fitofarmaka pada manusia dalam
pencegahan atau pengobatan penyakit maupun gejala penyakit.
-
Untuk mendapatkan fitofarmaka yang dapat dipertanggung jawabkan keamanan dan
manfaatnya.
2.5 bentuk
sediaan fitofarmaka
1. Sediaan oral
adalah penggunaan obat yang bertujuan untuk mendapatkan efek sistemik, yaitu
obat beredar melalui pembuluh darah keseluruh tubuh.
·
Kapsul adalah
Kapsul adalah bentuk sediaan obat yang terbungkus cangkang kapsul, keras atau
lunak.
Macam- macam
kapsul
1)
Kapsul cangkang
keras (capsulae durae, hard capsul), contohnya kapsul tetrasiklin, kapsul
kloramfenikol dan kapsul Sianokobalami
2)
Kapsul cangkang
lunak (capsulae molles, soft capsule), contohnya kapsul minyak ikan dan kapsul
vitamin
Komponen kapsul
1. Zat aktif
obat
2. Cangkang kapsul
3. Zat tambahan
ü Bahan pengisi
contohnya laktosa. Sedangkan untuk obat yang cenderung mencair diberi bahan
pengisi magnesium karbonat, kaolin atau magnesium oksida atau silikon dioksida.
ü Bahan
pelicin (magnesium stearat)
·
Serbuk adalah
campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk
pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. (FI IV)
Penggolongan :
1. Serbuk Terbagi (Pulveres)
Ialah sediaan berbentuk serbuk yang dibagi-bagi dalam bentuk bungkusan dalam
kertas perkamen.
2. Serbuk Tak Terbagi (Pulvis)
Ialah sediaan serbuk yang tidak terbagi dalam peresepannya.
3. Serbuk Tabur. Serbuk ringan
untuk penggunaan topikal, dapat dikemas dalam wadah yang bagian atasnya
berlubang. Syarat : melewati ayakan mesh 100.
·
Tablet adalah
sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
·
Pil dalam
Farmakope edisi III : Pil adalah suatu sedian berupa massa bulat mengandung
satu atau lebih bahan obat. Dalam
buku ilmu meracik obat : Pil adalah suatu sedian yang berbentuk bulat seperti
kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat.
Macam-macam sedian pil
a.
Bolus : beratnya
lebih dari 300 mg
b.
Pil
: beratnya
sekitar 60 – 300 mg
c. Granul : beratnya 1/3 – 1 grain (1 grain = 64,8 mg)
d.
Parvul : beratnya
kurang dari 1/3 grain
·
Sirup adalah
sediaan pekat dalam air dari gula atau dari gula dengan atau tanpa penambahan
bahan pewangi dan zat obat. Sirup yang mengandung bahan pemberi rasa tapi tidak
mengandung zat-zat obat dinamakan pembawa bukan obat atau pembawa yang wangi
atau harum (sirup). Beberapa sirup bukan obat yang sebelumnya resmi antara
lain: sirup aktasia, sirup cerri, sirup coklat, sirup jeruk. Sirup ini
dimaksudkan sebagai pembawa yang memberikan rasa enak pada zat obat yang
ditambahkan kemudian, baik dalam peracikan resep secara mendadak atau dalam
pembuatan formula standart untuk sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan
terapeutik atau bahan obat.
2. Sediaan topikal
adalah obat yang digunakan pada kulit yang dimaksudkan untuk memperoleh efek
pada kulit atau di dalam kulit
·
Salep adalah
sediaan setengah padat untuk dipakai di kulit
Fungsi salep adalah :
1.
Pembawa obat
untuk pengobatan kulit
2.
Pelumas pada
kulit
3.
Pelindung
terhadap rangsang pada kulit, bakteri dan alergen
·
Krim adalah
sediaan setengah padat yang mengandung banyak air
·
Pasta adalah
suatu salep yang mengandung serbuk yang banyak seperti amilum dan ZnO. Bersifat
pengering. Bahan dasar pasta yang sering dipakai adalah: vaselin, lanolin,
adeps lanae, Ungt. Simplex, minyak lemak dan parafin liq. yang sudah atau belum
bercampur dengan sabun. Kelompok pertama dibuat dari gel fase tunggal
mengandung air misalnya Na-karboksimetilselulosa (Na-CMC). Kelompok lain adalah
pasta berlemak misalnya pasta Zn-oksida, merupakan salep yang padat, kaku,
tidak meleleh pada suhu tubuh, berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian
yang diolesi. Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir agar
memperoleh efek lokal (misal, pasta gigi triamsinolon asetonida).
2.6 Obat tradisional yang dikembangkan menjadi
fitofarmaka
Jenis-jenis Obat Tradisional Yang dikembangkan Menjadi Fitofarmaka Sesuai
lampiran Permenkes RI No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992
berikut ini adalah daftar obat tradisional yang harus dikembangkan
menjadi Fitofarmaka yaitu :
1. Antelmintik
2. Anti
ansietas (anti cemas)
3. Anti
asma
4. Anti
diabetes (hipoglikemik)
5. Anti diare
6. Anti hepatitis kronik
7. Anti herpes genitalis
8. Anti hiperlipidemia
9. Anti hipertensi
10. Anti hipertiroidisma
11. Anti histamin
12. Anti
inflamasi (anti Rematik)
13. Anti
kanker
14. Anti malaria
15. Anti
TBC
16. Antitusif
/ ekspektoransia
17. Disentri
18. Dispepsia
(gastritis)
19. Diuretik
2.7 Produk Fitofarmaka
Saat ini di
Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh produk fitofarmaka yang sudah beredar adalah:
1.Nodiar (anti diare) PT Kimia Farma (POM FF 031 500 361)
Komposisi:
Attapulgite 300 mg
Psidii Folium ekstrak 50 mg
Curcumae domesticae Rhizoma ekstrak 7,5 mg
Komposisi:
Attapulgite 300 mg
Psidii Folium ekstrak 50 mg
Curcumae domesticae Rhizoma ekstrak 7,5 mg
2. Rheumaneer (pengurang nyeri) PT. Nyonya Meneer (POM FF 032 300 351)
Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg
Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg
3. Stimuno (peningkat sistem imun) PT Dexa Medica (POM FF 041 300 411, POM FF 041
600 421)
Komposisi:
Phyllanthi Herba ekstrak 50 mg
Komposisi:
Phyllanthi Herba ekstrak 50 mg
4. Tensigard Agromed (Anti
hipertensi) PT Phapros ( POM FF 031 300
031, POM FF 031 300 041)
Komposisi:
Apii Herba ekstrak 95 mg
Komposisi:
Apii Herba ekstrak 95 mg
5. X-Gra PT Phapros (aphrodisiac) (POM
FF 031 300 011, POM FF 031 300 021)
Komposisi:
Ganoderma lucidum 150 mg
Eurycomae Radix 50 mg
Panacis ginseng Radix 30 mg
Retrofracti Fructus 2,5 mg
Royal jelly 5 mg.
Komposisi:
Ganoderma lucidum 150 mg
Eurycomae Radix 50 mg
Panacis ginseng Radix 30 mg
Retrofracti Fructus 2,5 mg
Royal jelly 5 mg.
SUMBER
PUSTAKA
Ansel, H.C., 2008,Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi,UI-Press,Jakarta.
Widaryanto Eko, 2008,Tanaman Obat
Berkhasiat,Unit Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya,Malang.
http://www2.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/KRITCARA%20PENDAFT.OT.pdf
http://www2.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/KRITCARA%20PENDAFT.OT.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar